Jumat, 19 Januari 2018

Ketika Partai-partai Kesulitan Cari Jago di Pilkada

Ada sesuatu yang lucu dalam perhelatan Pilkada Serentak 2018 ini. Sesuatu yang menjadi fokus pemberitaan kasus-kasus dalam penetapan calon gubernur, bupati atau walikota yang akan diusung oleh partai.

Yaitu minimnya stok kader partai partai bahkan terjadi pada partai besar untuk dipilih menjadi calon pemimpin daerah. Yang tampak di pemberitaan justru tampilnya beberapa calon dari yang diusung beberapa partai adalah figur yang tidak masuk dalam radar mastyarakat bahkan terkesan dadakan dan ujug-ujug.

Beberapa daerah dialami oleh beberapa partai yang tampak kesulitan mencari figur pimpinan daerah. Sebut saja misalnya Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sumatera Utara.

Di Jabar, pasangan cagub dan cawagub baik partai pendukung pemerintah (PDIP, Golkar dan partai oposisi pemerintah (Gerindra, PKS dan PAN) sama-sama kesulitan mendapatkan figur dalam kader partainya. Mereka akhirnya tampak asal comot memilih jagoannya. Meski mereka bilang telah lama menggadang-gadang tetapi masyarakat baru mengetahui figur yang diusung partai besar itu.

Yang tampak kelihatan adalah Gerindra mencalonkan Sudrajat dari kalangan militer dan PDIP pun mencalonkan Anton Charyan dan TB Hasanuddin juga semua dari militer. Masyarakat umum memandang dua partai besar dengan pemilih kebingungan menentukan calon akibat kehabisan stok kader yang berprestasi.

Keadaan ini menjadi catatan tersendiri sebagaimana terjadi demikian itu, adalah bagaimana sistem pengkaderan belum maksimal kecuali dadakan. Kader yang setia bahkan beerprestasi sudah tidak dilirik sebagai aset partai, tetapi figur diluar kader dapat masuk dengan leluasa untuk tampil berlaga di pilkada.

Demikian Pilkada seperti sandiwara satu babak, bagaimana pemirsa terbawa alur sandiwara itu, tergantung apresiasi dari para pemirsanya, penonton pilkada rakyat Indonesia.


The and

The and